PENYULUHAN
I. SEJARAH
DAN PENGERTIAN PENYULUHAN
Menurut
kamus besar bahasa indonesia) kata penyuluh berasal dari kata suluh yang
berarti barang yang di pakai untuk media penerangan atau obor.Sedangkan penyuluh adalah orang yang bertugas
memberikan penerangan atau penunjuk jalan. Sehingga makna arti dalam kata
penyuluhan yaitu suatu proses atau cara yang dilakukan oleh seorang penyuluh
untuk memberikan penerangan atau informasi kepada orang lain dari semula yang
tidak tahu menjadi tahu dan yang tahu menjadi lebih tahu.
Kata penyuluhan berasal dari beberapa negara yaitu:
Kata penyuluhan berasal dari beberapa negara yaitu:
1.
Belanda
yaitu Voorlichting yang berarti memberikan penerangan untuk menolong seseorang
menemukan jalannya,
2.
Inggris
yaitu extention, istilah ini diambil Universitas Oxford dan Cambridge sekitar
tahun 1850 yang melakukan diskusi-diskusi mengenai bagaimana memberikan
pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan disekitar tempat tinggal
penduduk, terutama dengan cepatnya pertumbuhan pendudukdidaerah industri dan
perkotaan.
3.
Jerman
yaitu Aufklaneus yg berarti pencerahan, yang menekankan pentingnya mengetahui
arah langka kita.
4.
Prancis
yaitu vulgarisation yang menekankan pentingnya menyederhanakan pesan bago orang
awam,
5.
Amerika
Serikat yaitu Eziohong berarti pendidikan,yang menekankan tujuan penyuluhan
pertanian untuk mengajar seseorang sehingga dapat memecahkan sendiri
masalahnya.
6.
Australia
yaitu forderung berarti berdiri kearah yang diinginkan, kata ini
miripdengan istilah korea yakni bimbingan pedesaan.
7.
Spanyol
yaitu capacitacion yaitu keinginan untuk meningkatkan kemampuan manusia yang
dapat diartikan dengan pelatihan
Penyulahan dalam arti umum berarti ilmu sosial yang mempelajari sistem
dan perubahan pada individu serta
masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih sesuai dengan apa yang
diharapkan. Penyuluhan adalah proses perubahan sosial, ekonomi dan
politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua “stakeholders”,melalui
proses belajar bersama yang partisipatip, agar terjadi perubahan perilaku pada
diri setiap individu dan masyarakatnya untuk mengelola kegiatan yang semakin
produktif dan efisien, demi terwujudnya kehidupan yang baik, dan semakin
sejahtera secara berkelanjutan.
II.
PENYULUHAN
MENURUT PARA AHLI
Ada beberapa para ahli yang nendefinisikan pengertian
penyuluh diantarany ayaitu:
1.
Ban (1990)
Penyuluhan
merupakan sebuah intervensi sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi
informasi secara sadar untuk membantu masyarakat membentuk pendapat mereka
sendiri dan mengambil keputusan dengan baik .
2.
Margono
Slamet (2000).
menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan
adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya
kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki
menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan. Margono Slamet (2000) menekankan
esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah mulai
lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada
awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan pembangunan sebagai proses pemberdayaan
masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya “better-farming,
better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi
masyarakat (sasaran) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar
mempercepat terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi
sehingga mereka dapat (dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya
3.
Mardikanto,
1987.
Penyuluhan sebagai proses komunikasi
pembangunan, penyuluhan tidak sekadar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan
pembangunan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah untuk menumbuh
kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
4.
menurut
Slamet (1994)
istilah
penyuluhan pada awal kegiatannya disebut dan dikenal sebagai Agricultural Extension.
Dengan pengembangan penggunaannya di bidang-bidang lain, maka sebutannya
berubah menjadi Extension Education dan Develoment Communication. Meskipun
antara ketiga istilah tersebut terdapat perbedaan, namun pada dasarnya mengacu
pada disiplin ilmu yang sama.
5. Menurut Sapoetro (Mardikanto,
1992)
kunci
pentingnya penyuluhan di dalam proses pembangunan didasari oleh kenyataan bahwa
pelaksana utama pembangunan adalah masyarakat kecil yang umumnya termasuk
golongan ekonomi lemah, baik lemah dalam permodalan, pengetahuan, dan
keterampilannya, maupun lemah dalam hal peralatan dan teknologi yang
diterapkan. Disamping itu, mereka juga seringkali lemah dalam hal semangatnya
untuk maju dalam mencapai kehidupan yang lebih baik.
6. Menurut Slamet dalam Mardikanto
(1993)
tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah
terjadinya perubahan perilaku sasaran nya. Hal ini merupakan perwujudan dari :
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung dengan indera manusia. Dengan demikian, penyuluhan dapat
diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau, mampu melaksanakan
perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan/keuntungan
dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang ingin dicapai.
7. Wiriaatmadja (1973)
yang
menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sistim pendidikan di luar sekolah, dimana
mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi tahu, mau, dan mampu/bisa menyelesaikan
sendiri masalah yang dihadapi secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi
penyuluhan adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya
disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan sararan. Karena sifatnya
yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal.
8.
Rahmat
Pambudi,
pada awal 1996 mulai melontarkan
pentingnya istilah pengganti penyuluhan, dan untuk itu dia menawarkan penggu-naan istilah transfer
teknologi sebagaimana yang digunakan oleh Lionberger dan Gwin (1982). Pada
tahun 1998, Mardikanto mena-warkan penggunaan istilah edfikasi, yang merupakan
akronim dari fungsi-fungsi penyuluhan yang meliputi: edukasi, diseminasi
inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi. Meskipun
tidak ada keinginan untuk mengganti istilah penyuluhan, Margono Slamet pada
kesempatan seminar penyuluhan pembangunan (2000) menekankan esensi penyuluhan
sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh
banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada dasawsaa r 1990-an.
Terkait dengan hal tersebut, dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan diartikan
dengan berbagai pemahaman, seperti:
i.
Penyebar-luasan (informasi)
Sebagai terjemahan dari kata
“extension”, penyuluhan dapat diartikan sebagai proses penyebar luasan yang dalam hal ini, merupakan
peyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
dihasilkan oleh perguruan tinggi ke dalam
praktek atau kegiatan
praktis.Implikasi dari pengertian ini adalah:
·
Sebagai
agen penyebaran informasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu aliran informasi
dari sumber-sumber informasi (peneliti, pusat informasi, institusi pemerintah,
dll) melainkan harus secara aktif berburu informasi yang bermanfaat dan atau
dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi kliennya. Dalam hubungan ini, penyuluh
harus mengoptimalkan peman-faatan segala sumberdaya yang dimiliki serta segala
media/ saluran informasi yang dapat digunakan (media-masa, internet, dll) agar
tidak ketinggalan dan tetap dipercaya sebagai sumber informasi “baru” oleh
kliennya.
·
Penyuluh
harus aktif untuk menyaring informasi yang diberikan atau yang diperoleh kliennya
dari sumber-sumber yang lain, baik yang menyangkut kebijakan, produk, metoda,
nilai-nilai perilaku, dll. Hal ini penting, karena di samping dari penyuluh,
masyarakat seringkali juga memperoleh informasi/inovasi dari sumber sumber lain
(aparat pemerintah, produsen/ pelaku bisnis, media masa, LSM) yang tidak selalu
“benar” dan bermanfaat/ mengun-tungkan masyarakat/kliennya. Sebab, dari
pengalaman menunjukkan, informasi yang datang dari “luar” seringkali lebih
berorientasi kepada kepentingan luar” dbianding keberpihakannya kepada
kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya.
·
Penyuluh
perlu lebih memperhatikan informasi dari “dalam” baik yang berupa “kearifan
tradisional” maupun “endegenuous technology”. Hal ini penting, karena informasi
yang berasal dari dalam, di samping telah teruji oleh waktu, seringkali juga
lebih sesuai dengan kondisi setempat, baik ditinjau dari kondisi fisik, teknis,
ekonomis, sosial/budaya, maupun kesesuainnya dengan kebutuh-an pengembangan
komunitas setempat.
·
Pentingnya
informasi yang menyangkut hak-hak politik masya-rakat, di samping: inovasi
teknologi, kebijakan, manajemen, dll. Hal ini penting, karena yang untuk
pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seringkali sangat
tergan-tung kepada kemauan dan keputusan politik.
ii.
Penerangan/penjelasan
Penyuluhan
yang berasal dari kata dasar “suluh” atau obor, sekaligus sebagai terjemahan
dari kata “voorlichting” dapat diartikan sebagai kegiatan penerangan atau
memberikan terang bagi yang dalam ke-gelapan. Sehingga, penyuluhan juga sering
diartikan sebagai kegiatan penerangan. Sebagai proses penerangan, kegiatan
penyuluhan tidak saja terbatas pada memberikan penerangan, tetapi juga
menjelaskan mengenai segala informasi yang ingin disampaikan kepada
kelompok-sasaran yang akan menerima manfaat penyuluhan (beneficiaries),
sehingga mereka benar-benar memahaminya seperti yang dimaksudkan oleh penyuluh
atau juru-penerangnya. Terkait dengan istilah penerangan, ppenyuluhan yang
dilakukan oleh penyuluh tidak boleh hanya bersifat “searah” melainkan harus
diupayakan berlangsungnya komunikasi “timbal-balik” yang memusat (convergence)
sehingga penyuluh juga dapat memahami aspirasi masyarakat, manakala mereka
menolak atau belum siap menerima informasi yang diberikan . Hal ini penting,
agar penyuluhan yang dilakukan tidak bersifat “pemaksaan kehendak”
(indoktrinasi, agitasi, dll) melainkan tetap menjamin hubungan yang harmonis
antara penyuluh dan masyarakat kliennya secara berkelanjutan.
iii.
Pendidikan non-formal
(luar-sekolah)
Penyuluhan
sebagai proses pendidikan atau proses belajar diartikan bahwa, kegiatan
penyebar-luasan informasi dan penjelasan yang diberikan dapat merangsang
terjadinya proses perubahan perilaku yang dilakukan melalui proses pendidikan
atau kegiatan belajar. Artinya, perubahan perilaku yang terjadi/dilakukan oleh
sasaran tersebut berlangsung melalui proses belajar. Hal ini penting untuk
dipahami, karena perubahan perilaku dapat dilakukan melalui beragam cara,
seperti: pembujukan, pemberian insentif/hadiah, atau bahkan melalui
kegiatan-kegiatan pemaksaan (baik melalui penciptaan kondisi ling-kungan fisik
maupun social-ekonomi, maupun pemaksaan melalui aturan dan ancaman-ancaman).
Berbeda dengan perubahan perilaku yang
dilakukan bukan melalui pendidikan, perubahan perilaku melalui proses belajar
biasanya berlangsung lebih lambat, tetapi perubah-annya relatif lebih kekal.
Perubahan seperti itu, baru akan meluntur kembali, manakala ada pengganti atau
sesuatu yang dapat menggantikannya, yang memiliki keunggulan-keung-gulan “baru”
yang diyakininya memiliki manfaat lebih, baik secara ekonomi maupun
non-ekonomi. Lain halnya dengan perubahan perilaku yang terjadi karena
bujukan/hadiah atau pemaksaan, perubahan tersebut biasanya dapat terjadi dalam
waktu yang relatif singkat, tetapi lebih cepat pula meluntur, yaitu jika
bujukan/hadiah/pemaksaan tersebut dihentikan, berhenti atau tidak mampu lagi
melanggengkan kegiatannya.
Penyuluhan
sebagai proses pendidikan, dalam konsep “akademik” dapat mudah dimaklumi,
tetapi dalam prektek kegiatan, perlu dijelas-kan lebih lanjut. Sebab pendidikan
yang dimaksud di sini tidak ber-langsung vertikal yang lebih bersifat
“menggurui” tetapi merupakan pendidikan orang-dewasa yang berlangsung
horizontal dan lateral yang lebih bersifat “partisipatif”. Dalam kaitan ini,
keberhasilan penyuluhan tidak diukur dari seberapa banyak ajaran yang
disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadi proses belajar bersama yang dialogis,
yang mampu menumbuhkan kesadar-an (sikap), pengetahuan, dan ketrampilan “baru”
yang mampu meng-ubah perilaku kelompok-sasarannya ke arah kegiatan dan
kehidupan yang lebih menyejahterakan setiap individu, keluarga, dan
masyara-katnya. Jadi, pendidikan dalam penyuluhan adalah proses belajar
bersama.
iv.
Perubahan perilaku
Dalam perkembangannya, pengertian
tentang penyuluhan tidak sekadar diartikan sebagai kegiatan penerangan, yang
bersifat searah (one way) dan pasif. Tetapi, penyuluhan adalah proses aktif
yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun
proses perubahan “perilaku” (behaviour) yang merupakan perwujudan dari:
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang yang dapat diamati oleh
orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa: ucapan, tindakan, bahasa-tubuh,
dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja dan atau hasil kerjanya). Dengan
kata lain, kegiatan penyuluhan tidak berhenti pada “penyebar-luasan
informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan proses yang
dilakukan secara terusmenerus, sekuat-tenaga dan pikiran, memakan waktu dan
melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima
manfaat penyuluhan (beneficiaries) yang menjadi “klien”. penyuluhantersebut.
Implikasi dari penegertian perubahan perilaku ini adalah:
·
Harus
diingat bahwa, perubahan perilaku yang diharapkan tidak hanya terbatas pada
masyarakat/klien yang menjadi “sasaran utama” penyuluhan, tetapi penyuluhan
harus mampu mengubah perilaku semua stakeholders pembangunan, terutama aparat
pemerintah selaku pengambil keputusan, pakar, peneliti, pelaku bisnis, aktiivis
LSM, tokoh masyarakat dan stakeholders pemba-ngunan yang lainnya.
·
Perubahan
perilaku yang tejradi, tidak terbatas atau berehnti setelah masyarakat/klien
mangadopsi (menerima, menerapkan, mengikuti) informasi/inovasi yang
disampaikan, tetapi juga ter-masuk untuk selalu siap melakukan perubahanperubahan
terha-dap inovasi yang sudah diyakininya, manakala ada informasi/
inovasi/kebijakan baru yang lebih bermanfaat bagi perbaikan kesejahteraannya.
·
Perubahan
perilaku yang dimaksudkan tidak terbatas pada kesediaanya untuk
menerapkan/menggunakan inovasi yang ditawarkan, tetapi yang lebih penting dari
kesemuanya itu adalah kesediaannya untuk terus belajar sepanjang kehidupannya
secara berkelanjutan (life long education).
v.
Rekayasa sosial
Sejalan
dengan pemahaman tentang penyuluhan sebagai proses perubahan sosial yang
dikemukakan di atas, penyuluhan juga sering disebut sebagai proses rekayasa
sosial (social engineering) atau segala upaya yang dilakukan untuk menyiapkan
sumberdaya manusia agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing. Karena kegiatan
rekayasa-sosial dilakukan oleh ”pihak luar”, maka relayasa sosial bertujuan
untuk terwujudnya proses perubahan sosial demi terciptanya kondisi sosial yang
diinginkan oleh pihak-luar (perekayasa). Pemahaman seperti itu tidak salah,
tetapi tidak dapat sepenuhnya dapat diterima. Sebab, rekayasa-sosial yang pada
dasar-nya dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan
kelompok-sasarannya, seringkali dapat berakibat negatip, manakala hanya mengacu
kepada kepentingan perekayasa, sementara masyara-kat dijadikan korban pemenuhan
kehendak perekayasa.
vi.
Pemasaran inovasi (teknis dan
sosial)
Yang
dimaksud dengan “pemasaran sosial” adalah penerapan konsep dan atau teori teori
pemasaran dalam proses perubahan sosial. Berbeda dengan rekayasa-sosial yang
lebih berkonotasi untuk “membentuk” (to
do to) atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatu yang “baru” sesuai yang
dikehendaki oleh perekayasa, proses pemasaran sosial dimaksudkan untuk
“menawarkan” (to do for) sesuatu kepada masyarakat. Jika dalam rekayasa-sosial
proses pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan perekayasa,
pengambilan keputusandalam pemasaran-sosial sepenuhnya berada di tangan
masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam pengertian “menawarkan” di sini adalah
penggunaan konsep-konsep pemasaran dalam upaya menumbuhkan, menggerak-kan dan
mengembangkan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan pembangunan yang ditawarkan dan akan dilaksanakan oleh dan untuk
masyarakat yang bersangkutan. Perbedaan hakiki di sini adalah, masyarakat
berhak menawar bahkan menolak segala sesuatu yang dinilai tidak bermanfaat,
akan merugi-kan, atau membawa konsekuensi pada keharusan masyarakat untuk
berkorban dan atau mengorbankan sesuatu yang lebih besar dibanding manfaat yang
akan diterimanya.
vii.
Pemberdayaan masyarakat
(community empowerment)
Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa
inti dari kegiatan penyu-luhan adalah untuk memberdayakan masyarakat.
Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau
mengem-bangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih ber-manfaat
bagi masyarakat yang bersangkutan. Dalam konsep pember-dayaan tersebut,
terkandung pema-haman bahwa pemberdayaan tersebut pengertian dapat mengambil
keputusan (yang terbaik) bagi kesejahteraannya sendiri. Pemberdayaan
masyarakat, dimaksudkan untuk memperkuat kemam-puan (capacity strenghtening)
masyarakat, agar mereka dapat berpar-tisipasi secara aktif dalam keseluruahn
proses pembangunan, terutama pembangunan yang ditawarkan oleh penguasa dan atau
pihak luar yang lain (penyuluh, LSM, dll)
viii.
Penguatan komunitas (community
strengthening)
Yang dimaksud
dengan penguatan kapasitas di sini, adalah penguatan kemampuan yang dimiliki
oleh setiap individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan atau
jejaring antar individu, kelom-pok organisasi sosial, serta pihak lain di luar
sistem masyarakatnya sampai di aras global. Kemampuan atau kapasitas
masyarakat, diarti-kan sebagai daya atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap
indiividu dan masyarakatnya untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumber-daya
yang dimiliki secara lebih berhasil-guna (efektif) dan berdaya-guna (efisien)
secara berkelanjutan. Dalam hubungan ini, kekuatan atau daya yang dimiliki
setiap individu dan masyarakat bukan dalam arti pasif tetapi bersifat aktif
yaitu terus menerus dikembangkan/dikuatkan untuk “memproduksi” atau meng-hasilkan
sesuatu yang lebih bermanfaat.
Penguatan
masyarakat disini, memiliki makna-ganda yang bersifat timbal-balik. Di satu
pihak, penguatan diarahkan untuk melebih mampukan indiividu agar lebih mampu
ber-peran di dalam kelompok dan masyarakat global, di tengah-tengah ancaman
yang dihadapi baik dalam kehidupan pribadi, kelompok dan masyarakat global.
Sebaliknya, penguatan masyarakat diarahkan untuk melihat peluang yang
berkem-bang di lingkungan kelompok dan masyarakat global agar dapat
dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan pribadi, kelom-pok, dan masyarakat global
(UNDP, 1998)
BAB 2
FALSAPAH PENYULUHAN
Menurut Kelsey dan Herane (Mardikanto
1993) falsafah penyuluhan yang dianut yaitu harus berpijak pada pentingnya
pengembangan individu. Kelsey dan Herane (Mardikanto 1993) mengemukakan bahwa falsafah penyuluhan adalah
bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat meningkatkan
harkatnya sebagai manusia. Dari pendapat tersebut, terkandung pengertian bahwa
:
a.
Penyuluh
harus bekerjasama dengan masyarakat, dan bukannya berkerja untuk masyarakat.
Kehadiran penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tetapi ia harus mampu
menciptakan suasana dialogis dengan amsyarakat dan mampu menumbuhkan,
menggerakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat.
b.
Penyuluhan
tidak menciptakan ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong semakin
terciptanya kreativitas dan kemandirian masyarakat agar semakin memiliki
kemampuan untuk berswakarsa, swadaya, swadana, dan swakelola bagi
terselenggaranya kegiatan-kegiatan guna tercapainya tujuan, harapan, dan
keinginan-keinginan masyarakat sasarannya.
c.
Penyuluhan yang dilaksanakan harus selalu
mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan
harkatnya sebagai manusia.
BAB 3
METODE
PENYULUHAN
Menurut Wiriaatmaja (1973) dalam
melaksanakan kegiatannya, penyuluhan menerapkan suatu cara atau metode tertentu
yang harus dilakukan, yaitu :
a.
Pengenalan keadaan, gambaran
atau situasi
Sebelum melaksanakan kegiatan penyuluhan, penyuluh harus terlebih dahulu melakukan hal-hal sebagai berikut :
Sebelum melaksanakan kegiatan penyuluhan, penyuluh harus terlebih dahulu melakukan hal-hal sebagai berikut :
ü Mempersiapkan dirinya sendiri
untuk jadi penghubung/komunikator atau penyuluh yang baik
ü Mengenal daerah kerjanya
termasuk perihal masyarakat (sasaran), kebudayaan, kekayaan alam, dan masalah-masalahnya
dalam lingkup pertanian/pembangunan.
b.
Perencanaan (Planning)
Supaya tujuan penyuluhan dapat tercapai dengan baik, perlu disusun suatu rencana tentang jalannya kegiatan-kegiatan. Yang termasuk dalam rencana tersebut adalah yang dikenal dengan istilah 4 W dan 1 H, yaitu :
Supaya tujuan penyuluhan dapat tercapai dengan baik, perlu disusun suatu rencana tentang jalannya kegiatan-kegiatan. Yang termasuk dalam rencana tersebut adalah yang dikenal dengan istilah 4 W dan 1 H, yaitu :
ü Apa yang harus dilakukan
(What)
ü Di mana dilakukannya (Where)
ü Kapan melakukannya (When)
ü Siapa yang melakukan (Who)
ü Bagaimana melakukannya (How)
Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan
penyuluhan, maka di dalam perencanaan tersebut, perlu disusun hal-hal sebagai
berikut :
ü Program, yaitu suatu
pernyataan yang dikeluarkan untuk menimbulkan pengertian dan perhatian mengenai
suatu kegiatan. Lebih jelasnya program berisi tentang apa yang harus dilakukan
dan mengapa perlu dilakukan
ü Rencana Kerja, yaitu suatu acara
kegiatan-kegiatan yang disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pelaksanaan program secara efisien yang menyangkut tentang bagaimana, kapan, di
mana, dan siapa.
ü Kalender kerja, yaitu suatu
rencana kerja yang disusun menurut urutan waktu kegiatan.
c.
Pelaksanaan
Yang dimaksud dengan pelaksanaan di sini adalah tindakan-tindakan nyata untuk melakukan apa-apa yang telah dicantumkan dalam rencana tadi, yaitu yang berkaitan dengan 4 W dan 1 H tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut, dapat dipilih cara atau metode komunikasi dan alat bantu yang digunakan dengan ketentuan:
Yang dimaksud dengan pelaksanaan di sini adalah tindakan-tindakan nyata untuk melakukan apa-apa yang telah dicantumkan dalam rencana tadi, yaitu yang berkaitan dengan 4 W dan 1 H tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut, dapat dipilih cara atau metode komunikasi dan alat bantu yang digunakan dengan ketentuan:
ü Sesuai dengan keadaan sasaran
ü Cukup dalam kuantitas dan
kualitas
ü Tepat mengenai sasaran dan
tepat pada waktunya
ü Amanat harus mudah diterima
dan dimengerti
ü Murah biayanya.
Sedangkan metode komunikasi penyuluhan
dapat dilakukan secara personal, kelompok, ataupun massa.
d.
Penilaian (evaluasi).
Penilaian adalah suatu proses feedback, dimana hasil yang telah diperoleh selama pelaksanaan diperbandingkan dengan rencana dan keadaan semula. Selanjutnya mulai lagi dengan pengenalan keadaan yang baru (hasil akhir dari kegiatan-kegiatan tadi). Hal-hal yang dinilai adalah :
Penilaian adalah suatu proses feedback, dimana hasil yang telah diperoleh selama pelaksanaan diperbandingkan dengan rencana dan keadaan semula. Selanjutnya mulai lagi dengan pengenalan keadaan yang baru (hasil akhir dari kegiatan-kegiatan tadi). Hal-hal yang dinilai adalah :
ü Apa yang terjadi pada pihak
sasaran, yaitu apa ada perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya
?apakah mereka sudah menerapkan teknologi baru yang dianjurkan ? apakah ada
perubahan dalam kedudukan sosial dan ekonomi mereka ?. Semuanya ini
dibandingkan denga keadaan semula sebelum ada kegiatan penyuluhan.
ü Bagaimana efektivitas metode
dan alat bantu penyuluhan yang digunakan ?
Untuk lebih jelasnya urutan dari kegiatan-kegiatan penyuluhan tersebut adalah seperti gambar berikut :
Untuk lebih jelasnya urutan dari kegiatan-kegiatan penyuluhan tersebut adalah seperti gambar berikut :
Keadaan
semula - perencanaan - pelaksanaan - penilaian - keadaan baru
Dari paparan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa penyuluhan sebagai suatu pengetahuan mempunyai serangkaian metode ilmiah yang berisi langkah-langkah sistematis dan logis yang harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Dengan demikian, secara epistemologis hakekat penyuluhan sebagai suatu ilmu telah terpenuhi. Sesuai dengan pendapat Suriasumantri (1984c), metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Ilmu pada hakekatnya merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan umum lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang berkaitan dengan hakekat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan axiologi.
Dari paparan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa penyuluhan sebagai suatu pengetahuan mempunyai serangkaian metode ilmiah yang berisi langkah-langkah sistematis dan logis yang harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Dengan demikian, secara epistemologis hakekat penyuluhan sebagai suatu ilmu telah terpenuhi. Sesuai dengan pendapat Suriasumantri (1984c), metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Ilmu pada hakekatnya merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan umum lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang berkaitan dengan hakekat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan axiologi.
Dalam
konteks penyuluhan pembangunan, keberadaannya sebagai suatu ilmu didasari
kenyataan bahwa pelaksana utama pembangunan adalah masyarakat kecil yang
umumnya termasuk golongan lemah, baik secara ekonomi, pengetahuan,
keterampilan, maupun semangatnya untuk maju dalam memperbaiki hidupnya. Karena
itu, ilmu penyuluhan pembangunan terus menerus dikembangkan dalam rangka
menggerakkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan agar
mereka berdaya dan memiliki kemampuan menolong dirinya sendiri untuk mencapai perbaikan
kualitas hidup dan kesejahteraan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dalam melaksanakan kegiatannya, penyuluhan menerapkan suatu cara atau
metode tertentu yang terdiri dari beberapa langkah sistematis yaitu pengenalan
keadaan atau situasi masyarakat setempat, perencanaan kegiatan, pelaksanaan,
dan penilaian (evaluasi). Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan tujuan
penyuluhan dapat tercapai dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.
Dari
paparan tersebut, dapat dikatakan bahwa hakekat penyuluhan pembangunan sebagai
suatu ilmu telah terpenuhi sesuai dengan ciri-ciri keilmuan yaitu melalui suatu
kajian atau peninjauan dari segi ontologi, epistemologi, dan axiologi.
Menurut (Wiriatmadja, 1990)Terdapat
berbagai macam metode penyuluhan Untuk
memperbandingkan berbagai metode tersebut bisa dilakukan berdasarkan teknik
komunikasi, jumlah sasaran dan indera penerima sasaran.
1.
Metode
Berdasarkan teknik komunikas
Berdasarkan teknik komunikasi metode
penyuluhan dapat dibedakan antara yang langsung (muka ke muka/ face to face
communication) dan yang tidak langsung (indirect communication).
Metode yang langsung digunakan pada waktu penyuluhan pertanian/peternakan berhadapan muka dengan
sasarannya sehingga memperoleh respon dari sasarannya dalam waktu yang
relatif singkat (Mardikanto, 1993).
Misalnya pembicaraan di balai desa,
dalam kursus, demonstrasi dan sebagainya.
Metode yang langsung ini dianggap
lebih efektif, meyakinkan dan mengakrabkan hubungan antara penyuluh dan sasaran
serta cepatnya respon atau umpan balik dari sasaran (Martanegara, 1993). Dalam
kondisi terbatasnya personalia, kurangnya saranan transportsasi, terbatasnya
biaya dan waqktu maka metode ini kurang efisien. Metode yang tidak langsung
digunakan oleh penyuluhan pertanian/peternakan yang tidak langsung berhadapan
dengan sasaran, tetapi menyampaikan pesannya melalui perantara (medium atau
media). Contohnya adalah media cetak (majalah, koran), media elektronik (radio,
televisi), media pertunjukan atau sandiwara, pameran dan lain-lain. Metode
tidak langsung ini dapat menolong banyak sekali apabila metode langsung tidak
memungkinkan digunakan. Terutama dalam upaya menarik perhatian dan menggugah
hati sasaran. Siaran lewat radio dan televisi dapat menarik banyak perhatian,
bila ditangani secara tepat. Pameran yang baik diselenggarakannya akan baik
memberikan kesan yang lama dan meyakinkan. Demikian pula halnya dengan
pertunjukan film atu slides yang sekaligus dapat memberikan hiburan dan
pengetahuan umum kepada masyarakat di
pedesaan.
Namun
metode penyuluhan tak langsung tidak memungkinkan penyuluh mendapatkan respon
dari sasaran dalam waktu realtif singkat (Mardikanto, 1993)
2.
Metode berdasarkan jumlah sasasaran dan proses
adopsi
Berdasarkan
jumlah sasaran dan proses adopsi maka penyuluhan dibedakan menjadi hubungan
perseorangan, hubungan kelompok dan hubungan masal. Metode dengan hubungan
perseorangan digunakan penyuluhan untuk berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan masing-masing orangnya. Misalnya adalah kunjungan ke rumah, ke
kantor, pengiriman surat kepada perseorangan dan hubungan telepon.
3.
Metode
berdasarkan indera penerima
Berdasarkan
indera penerima pada sasaran metode penyuluhan dapat digolongkan menjadi metode
yang dapat dilihat, metode yang dapat didengar serta metode yang dapat dilihat
dan didengar. Dalam metode yang dapat dilihat, pesan penyuluhannya diterima
oleh sasaran melauli indera penglihatan. Contohnya adalah metode publikasi
barang cetakan, gambar, poster, leaflet dan lain-lain. Pertunjukan film bisu
dan slide tanpa penjelasan lisan, pameran tanpa penjelasan lisan,
surat-menyurat dan sebagainya. Dalam metode yang dapat didengar pesan
penyuluhannya diterima oleh sasaran melalui indera pendengaran. Contohnya
siaran lewat radio dan tape recorder, hubungan melalui telepon, pidato ceramah
dan lain-lain. Sedangkan metode yang dapat dilihat dan didengar pesan
penyuluhannya diterima oleh sasaran melalui indera penglihatan dan pendengaran
sekaligus. Contohnya adalah metode pertunjukan film bersuara, siaran
lewattelevisi, wayang, kursus berupa pelajaran dikelas dan prakteknya, karya
wisata, pameran dengan penjelasan lisan.
4. Metode Penyuluhan yang Efektif
dan Efisien
Suatu
metode disebut efektif apabila dengan metode yang digunakan dalam suatu
kegiatan penyuluhan, tujuan yang diinginkan tercapai. Dalam ini metode
penyuluhan dikatakan efektif apabila tercapainya tahap penerapan (adoption)
dalam proses adopsi. Unsur-unsur dari keefektifan metode penyuluhan adalah
(Martanegara, 1993) :
a. tingkat kemampuan penyuluh,
yaitu pengetahuan dan keterampilan penyuluh dalam memberikan informasi
penyuluhan.
b. keadaan alat bantu penyuluhan
yaitu ketersediaan alat bantu pada saat penyuluhan.
c. kesesuaian waktu dan tempat penyuluhan yaitu
kesesuaian dan ketepatan
d. waktu pertemuan dan tempat
pelaksanaannya.
e. materi penyuluhan, yaitu ketepatan dan
kesesuaian materi penyuluhan dengan masalah yang dihadapi.
f. kondisi dan tingkat adopsi
peternak.
g. kesesuaian dengan tujuan yang
ingin dicapai yaitu kejelasan dan kesesuaian tujuan penyuluhan dengan
kepentingan-kepentingan sasaran.Sedangkan efisien berarti hemat, dalam arti
menggunakan semua sumber daya (tenga, waktu, pikiran dan biaya) sekecil mungkin
untuk mendapatkan hasil sebesar-besar (tujuan penyuluhan tercapai). Dengan kata
lain, metode yang digunakan dalam penyuluhan tidak menghabiskan banyak biaya,
waktu, tenaga dan pikiran.
BAB 4
TUGAS POKOK, FUNGSI ,TUJUAN, HAMBATAN, CIRI-CIRI
dan GAYA PENYULUHAN
1.
TUGAS
POKOK PENYULUH PERINDUSTRIAN
Tugas
pokok perindustrian adalah melakukan penyuluhan dibidang industri. Tugas-tugas
tersebut dirincikan kedalam tugas-tugas yaitu sebagai berikut:
ü
Melakukan penyuluhan usaha industri
ü
Melakukan bimbingan usaha industri
ü
Menumbuhkan usaha industri
ü
Membina usaha industri
ü
Mengembangkan usaha industri
2.
FUNGSI
PENYULUH AN
ü Memfasilitasi Proses
Pembelajaran Pelaku Utama Dan Pelaku Usaha;
ü Mengupayakan kemudahan akses
pelaku usaha dan pelaku ke sumber informasi
ü Meningkatkan kemampuan
kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha
ü Membantu pelaku utama pelaku
usaha dalam menumbuh kembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang
berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tatkelola berusaha yang baik dan
berkelanjutan
ü Membantu menganlisis dan
memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku
utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha
ü Menumbuhkan kesadaran pelaku
utama dan pelaku usaha terhadapp kelstarian fungsi lingkungan dan melembagakan
nilai-nilai budaya pembangunan perindustrian yang modern bagi pelaku utama
secar berkelanjutan
ü Memberikan
informasi yang jelas dan akurat kepada pelaku utama dan pelaku usaha tentang pengetahuan dan perkembngan
perindustrian
ü Membantu
pelaku utama dan pelaku usaha
memperoleh pengetahuan yang lebih terperinci tentang cara memecahkan
masalah-masalah perindustrian
ü Meningkatkan
motivasi pelaku utama
dan pelaku usaha untuk dapat menerapkan pilihan yng
dianggap paling tepat
ü Membantu
pelaku utama dan pelaku usaha
menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan kedepan
Fungsi
penyuluahan adalah sebagai penghubung yang menjabarkan proses penyampaian ilmu
dan teknologi dari sumbernya kepada masyarakat yang membentuknya. Dalam Modul Diklat Penyuluh Perindustrian
Kementrian perindustrian disebutkan bahwa fungsi penyuluh perindustrian adalah
sebagai berikut:
1.
Memasuki uasah baru yang belum
pernah dicoba oleh orang lain
2.
Memulai suatu kegiatan baru berupa
metode baru, produk yang sudah ada dengan cara baru
3.
Melaksanakan reorganisasi dalam
kegiatan rutin klien yang tidak menghabiskan suatu perubahan
4.
Membuka pasaran baru terhadap
barang/jasa hasil kliennya
5.
Mengembangkan sumber-sumber baru
ataupun motivasi yang dapat mengembangkan nilai-nilai tambah terhadap industri
6.
Menjembatani kesenjangan antara praktek yang biasa
di lakukan oleh para pengusaha atau para pengarajin dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan para pengusaha dan para
pengrajin.
7.
Sebagai penyampai dan penyesuaian program nasional
dan regional seperti Program nasional yaitu perupa rancangan peraturan bersifat
negara. Sedangkan pada program regional berupa penjabaran dari program nasional
yang telah ada tadi (atau program ini
bersifat pada suatu wilayah atau kedaerahan)
8.
Pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk
meningkatkan mutu sumber daya yang luas, memiliki sikap yang progresif ,untuk
melakukan perubahan yang inovatif terhadap suatu hal yang baru dan terampil
dalam melaksanakan berbagai kegiatan.
9.
Pengembangan partisipasi masyarakat dalam beragam
aspek pembangunan
10. Bersama
sama dengan industri dan pakar-pakar terkait mendukung dalam perencanaan
pembangunan daerah
11. Penyuluh
dapat memberikan jalan kepada para pengusaha atau para pengrajin untuk
mendapatkan informasi tentang suatu materi yang di suluhkan
12. Penyuluh
berfungsi sebagai penyampai ,pengusaha, atau penyesuai program nasional agar
dapat diikuti dan di laksanakan oleh
para pengrajin atau para pengusaha dan sebaliknya para pemerintah dapat
memperhatikan keinginan atau kebutuhan para pengrajin atau para pegusaha
seperti dalam masalah peningkatan produks. sehingga pemerintah dapat membantu
mengatasi dengan pengadaan saprodi
13. Memberikan
pendidikan dan bimbingan yang kontinyu kepada para pengrajin atau para
pengusaha, berarti penyuluh tidak akan berhenti karena yang diinginkan adalah
tujuan dapat terwujud dengan baik , maju, serta tangguh sesuai dengan
perkembangan zaman.
3. TUJUAN PENYULUHAN
Sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional pada umumnya dan industri pada khususnya, penyuluhan
memiliki tujuan antara lain:
·
Menciptakan tenaga kerja yang terampil
·
Meningkatkan investasi
·
Meningkatkan nilai tambah
·
Memperluas lapangan pekerjaan
·
Berdasarkan tujuan panjangnya yaitu berupa
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
hal tersebut dapat tercapai jika pelaku industri telah melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
Ø
Better industrying yaitu suatu sikap yang mau dan
mampu merubah cara-cara usaha bidang industrinya dengan cara-cara yang lebih
baik.
Ø
Better business yaitu sikap yang mau berusaha lebih
menguntungkan atau mampu dan mau melakukan usaha dengan teknik yang benar.
Ø
Better living
yaitu mau hidup lebih baik dengan cara berhemat, berkerjasama dengan
sesama, pengusaha mampu mencuri
alternatif lain yang lebih baik dalam
hal berusaha.
· Modernisasi
dan optimalisasi industri yang ada perluasan usaha
· Diversivikasi
produk serta pendirian industri baru.
· Perubahan
tingkat pengetahuan masyarakat yang lebih luas dan mendasar terutama mengenai
ilmu-ilmu pengetahuan usaha.
· Perubahan
dalam kecakapan atau keterampilan teknis yang lebih baik pada pengolahan usaha
yang lebih efisien.
· Perubahan
mengenai sikap yang lebih progresif serta motivasi tindakan yang lebih
rasional.
4. HAMBATAN PENYULUHAN
Proses
pada saat penyuluh memasuki dunia usaha para pengusaha tidak tanpa hambatan
atau rintangan, hambatan yang sering terjadi diantaranya yaitu:
a.
Pada kenyataannya penyuluh sering
lebih muda dari pengusaha
b.
Penyuluh dan pengusaha jarang
berbicara dalam bahasa yang sama, baik secara literal maupun figuratif
c.
Penyuluh sering dicap mata-mata
pesaing, petugas instansi pemerintah yang mencari-cari kesalahan
d.
Penyuluh industri memberikan saran
pada saat pengusaha belum mempunyai masalh, atau sebaliknya
e.
Ada beberapa unsur sosial budaya dan
kebiasaas nilai-nilai yang dianut masyarakat
5.
CIRI- CIRI PENYULUHAN
Untuk menjadi
penyuluh industri yang berhasil harus memiliki ciri-ciri antara lain:
a.
Mempunyai semangat yang tinggi dalam
menghadapi permasalahan
b.
Mempunyai daya kreasi, imajinasi dan
kemampuan yang tinggi untuk menciptakan ide-ide yang original
c.
Mampu melewati batas-batas
tradisional dalam menjalin hubungan dengan perusahaan termasuk pengrajin
industri
d.
Memiliki kemampuan kerja sampai
batas yang ada dan bertahan terhadap kemunduran
e.
Memiliki obyektifitas untuk menerima
kritik yang tajam dari m,asyarakat industri maupun terhadap pandangan orang
lain
f.
Memiliki motifasi dalam diri yang
kuat
6.
GAYA PENYULUHAN
Sewaktu proses
penyuluhan, kemungkinan gaya yang terjadi yaitu:
a.
Gaya penyuluh industri yang terlalu
banyak peranannya.
b.
Gaya yang terlalu banyak peranan
dari pengusaha
c.
Gaya Co-active yaitu memerlukan
keterlibatan kedua belah pihak yang masing-masing porsinya lima puluh persen
BAB
6
PRINSIP-PRINSIP PENYULUHAN
Mathews
menyatakan bahwa: prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijaksanaan yang
dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara
konsisten. Karena itu, prinsip akan berlaku umum, dapat diterima secara umum,
dan telah diyakini kebenarannya dari berbagai pengamatan dalam kondisi yang
beragam. Dengan demikian “prinsip” dapat dijadikan sebagai landas-an pokok yang
benar, bagi pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan. Meskipun “prinsip”
biasanya dtei rapkan dalam dunia akademis.
Leagans(1961)
menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang
teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan. Tanpa berpegang pada prinsip-prinsip
yang sudah disepakati, seorang penyuluh (apalagi administrator penyuluhan)
tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.Bertolak dari
pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan
memiliki prinsip-prinsip:
1.
Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan
mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
ketram-pilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2.
Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik
atau bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan
mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/ penyuluhan dimasa
masa mendatang.
3.
Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya.
Sebab, setiap orang cenderung untuk mengaitkan/ menghubungkan kegiatannya
dengan kegiatan / peristiwa yang lainnya.
Lebih
lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) mengungkapkan prinsip-prinsip penyuluhan
yang lain yang mencakup:
1. Minat dan Kebutuhan, artinya,
penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan
masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa yang
benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu
maupun segenap warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui
sesuai dengan terse-dianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang
perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2. Organisasi masyarakat bawah,
artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi
masyarakat bawah, sejak da ri setiap keluarga/kekerabatan.
3. Keragaman budaya, artinya,
penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan
harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. Di lain pihak,
perencanaan penyuluhan yang seragam untuk seti-ap wilayah seringkali akan
menemui hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.
4. Perubahan budaya, artinya
setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan
penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati hati agar perubahan yang
terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh
perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti
tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
5. Kerjasama dan partisipasi,
artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi
masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program
penyuluhan yang telah dirancang.
6. Demokrasi dalam penerapan
ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada
masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang
dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar menawar tentang ilmu
alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta proses
pengambilan keputusan yang akan dialkukan oleh masyarakat sasarannya.
7. Belajar sambil bekerja,
artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat dapat
“belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu
yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan
informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan
kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pangalaman melalui
pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8. Penggunaan metoda yang sesuai, artinya
penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan
dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya) sasarannya.
Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi
sasaran dengan efektif dan efisien.
9. Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak
melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/ kepuasannya
sendiri dan harus mampu mengembangkan mengembangkan kepemimpinan. Dalam
hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau
memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan
penyuluhannya.
10. Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh
harus benar-benar pribadi yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala
sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang
disiapkan untuk menangani kegiatan kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding
yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan
dengan kegiatan pertanian).
11. Segenap keluarga, artinya,
penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial.
Dalam hal ini, terkandung pengertian-pengertian
a. Penyuluhan harus dapat
mempengaruhi segenap anggota keluarga
b. Setiap anggota keluarga
memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan
c. Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman
bersama
d. Penyuluhan mengajarkan
pengelolaan keuangan keluarga
e. Penyuluhan mendorong
keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usaha
f. Penyuluhan harus mampu
mendidik anggota keluarga yang masih muda
g. Penyuluhan harus mengembangkan
kegiatan-kegiatan keluar-ga, memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang
menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya
h. Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap
masyarakat-nya.
12. Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu
mewujudkan tercapainya kepuasan. Adanya kepuasan, akan sangat menentukan
keikutsertaan sasaran pada programprogram penyuluhan selanjutnya. Terkait
dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian dari peningkatan
BAB 7
ETIKA PENYULUHAN
Suatu
kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah “kegiatan penyuluhan” bukan lagi
menjadi kegiatan sukarela, tetapi telah berkembang menjadi “profesi”. Meskipun
demikian, pelaksanaan penyuluhan perindustrian belum sungguh-sungguh
dilaksanakan secara profesional. Hal ini terlihat pada:
1. Kemampuan penyuluh untuk
melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek teknis budidaya pertanian,
sedang aspek manajemen, pendidikan kewirausahaan, dan hak-hak politik petani
relatif tidak tersentuh.
2. Kelambanan transfer inovasi
yang dilakukan penyuluh dibanding kecepatan inovasi yang ditawarkan kepada
masyarakat oleh pelaku bisnis, LSM, media-masa dan stakeholder yang lain.
3. Kebanggaan penyuluh terhadap
jabatan fungsional yang disandangnya yang lebih rendah dibanding harapannya
untuk memperoleh kesempatan menyandang jabatan struktural.
4. Kinerja penyuluh yang lebih
mementingkan pengumpulan “credit point” dibanding mutu layanannya kepada
masyarakat
5. Persepsi yang rendah terhadap
kinerja penyuluh yang dikemu-kakan oleh masyarakat petani dan stakeholder yang
lain.
Pengertian
tentang Etika, senantiasa merujuk kepada tata pergaulan yang khas atau
ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengasosiasikan
diri, dan dapat merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan berprestasi bagi
kelompok tertentu yang memilikinya. Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih
dekat kepada nilai-nilai moral untuk membangkitkan kesadaran untuk beriktikad
baik dan jika dilupakan atau dilanggar akan berakibat kepada tercemarnya
pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompok yang lainnya
(Muhamad, 1987).
Sehubungan dengan itu, Herman Soewardi
mengingatkan bahwa penyuluh harus
mampu berperilaku agar masyarakat
selalu memberi-kan dukungan yang tulus ikhlas
terhadap kepentingan nasional.Tentang hal ini, Padmanegara
(1987) mengemukakan beberapa perilaku yang perlu ditunjukkan atau diragakan
oleh setiap penyuluh (pertanian), yang meliputi:
1. Perilaku sebagai manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, dan
disiplin.
2. Perilaku sebagai anggota
masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan masyarakatnya, menghormati
petani dan keluarga-nya (apapun keadaan dan status sosial ekonominya), dan
meng-hormati sesama penyuluh.
3. Perilaku yang menunjukkan
penampilannya sebagai penyuluh yang andal, yaitu: berkeyakinan kuat atas
manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk melaksanakan
pekerjaannya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan berkemampuan untuk
bekerja teratur.
4. Perilaku yang mencerminkan
dinamika, yaitu ulet, daya mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu
berusaha mencerdaskaan diri, dan selalu berusaha meningkatkan kemampuannya
Proses
belajar bersama dalam penyuluhan, sebenarnya tidak hanya diartikan sebagai kegiatan belajar secara insidental
untuk memecah-kan masalah yang sedang dihadapi,tetapi yang lebih penting dari
itu adalah penumbuhan dan pengembangan semangat belajar seumur hidup (long life learning) secara mandiri
dan berkelanjutan.
III.
Karakteristik dan Kode Etik
Penyuluhan
Karakteristik
adalah suatu sifat yang harus dimiliki oleh penyuluh dalam melaksanakan tugas,
tanggung jawab, hak dan wewengannya. Ada beberapa karakteristik yang harus
dimiliki oleh seorang penyuluh diantaranya yaitu:
a.
Sehat
mental dan fisik
b.
Stabil
dalam tingka laku dan tindakan
c.
Percaya
pada diri sendiri
d.
Efektif
, integritas, mandiri dan mempunyai kemampuan intelektul yang tinggi
e.
Kreatif,
pandai mengatasi permasalahan, terampil dam berhubungan dengan masyarakat, dan
bisa menerima kritik dari orang lain
f.
Menghormati
orang lain, pandai memberikan pengetahuan kepada orang lain, pandai melakukan
teknik dan prinsip perubahan, matang secara psikologis
g.
Melaksanakan
dan memenuhi kode etik penyuluh
Kode etik adalah pedoman bagi
prnyuluhdalam bersikap, bertingkah laku dan berbuat selama menjalankan tugas
penyuluh sesuai dengan UU No.43 tahun 2000 yaitu:
1. Meletakkan kepentingan usaha
klien diatas kepentingan pribadi
2. Menjaga kerahasiaan perusahaan
dan tidak mengambil keuntungan pribadi
3. Tidak melakukan penyuluhan
diluar batas kewewenangan
4.
Tidak
menganjurkan kepada para pekerja untuk mempertimbangkan pekerjaan dalam
perusahaan
5.
Memberikan
klien tentang suatu kepentingan atau hal lain yang berkaitan dengan
penyeimbangan penyuluh
6.
Memberitahu
pengusaha akan adanya kepentingan yang dapat mempengaruhiobyektivitas
7.
Melakukan
perbuatan yang dapat merendahkan martabat dan status profesi
8.
Tidak
menerima upah terhadap layanan penyuluhan
9.
Tidak
melakukan penyuluhan jika menurut pertimbangan menyebabkan kerugian bagi klien
10.
Tidak
menerima imbalan dari klien
IV.
INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH
Industri kecil menengah atau yang
biasa disingkat dengan IKM adalah jenis usaha yang sangat berkembang pada
tahun-tahun terakhir. Peranan usaha jenis ini pada perekonomian Indonesia tidak
bisa dianggap sepele atau enteng. Perusahaan kecil menengah telah menyumbang
banyak sekali manfaat bagi sendi-sendi perekonomian Negara ini. Industri kecil
menengah adalah jenis industri yang justru bertahan pada saat krisis ekonomi
melanda Indonesia. Industri kecil dan menengah berperan pada hampir 60 % produk
domestic bruto bangsa ini. pada tahun 2001 jumlah UKM naik sebesar 99.9 % dari
total perusahaan dan menyerap tenaga kerja hampir 99.4% dari total tenaga kerja
atau sekitar 10 juta orang.
Semangat industri kecil menengah
yang tinggi dan manfaat yang dibawanya telah banyak membantu Negara ini dari
keterpurukan ekonomi, memberikan peluang-peluang baru bagi kreatifitas yang
tinggi dan lapangan kerja baru bagi puluhan juta pengangguran usia produktif di
negeri ini. Namun, usaha industri kecil dan menengah untuk bisa maju lagi
menatap dunia semakin sulit, hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan yang
terjadi pada industri kecil dan menengah yang menghambat kemajuan industri itu
sendiri. Adiningsih (2008) menyebutkan beberapa hambatan yang dialami oleh
industri kecil dan menengah sebagai berikut:
1.
kurangnya pengetahuan atas teknologi dan quality
control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti
perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan
2.
Kurangnya pengetahuan akan
pemasaran.
3.
Keterbatasan sumber daya manusia.
4.
Kurangnya pemahaman keuangan
dan akuntansi.
Hambatan
yang paling penting yang dialami oleh perusahaan adalah pengetahuan akan
pemasaran. Konsep pemasaran yang baik akan memberikan dampak yang baik bagi perusahaan
ke depan sedangkan konsep pemasaran yang jelek akan mengakibatkan
porak-porandanya tiang-tiang penyangga perusahaan. industri kecil dan menengah
sama seperti industri besar mengharapkan hidupnya dari keuntungan yang
didapatkan dari penjualan produk. Penjualan produk dapat berlangsung dengan
baik dan menguntungkan jika kegiatan pemasaran juga memiliki konsep yang baik.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang
terdiri atas industri primer, sekunder, dan tersier. Industri primer mencakup
usaha yang bersifat akstraktif, yaitu pertambangan. Industri sekunder melakukan
proses perubahan barang dari barang mentah menjadi barang setengah jadi atas
produk akhir untuk dikonsumsi. Sedangkan industri tersier bergerak dalam bidang
perdagangan dan jasa.
Industri
adalah keseluruhan perusahaan yang menghasilkan produk yang sama. Perusahaan
adalah satuan usaha yang mempunyai bentuk hukum dan usaha perorangan sampai
perseroan terbatas. Sedangkan pabrik adalah tempat proses pengubahan
barang/benda ketingkat yang lebih tinggi nilai tambahnya.
A.
Permasalahan
Umum
Permasalahan
umum yang sering dihadapai oleh pengembangan IKMadalah:
1.
Jumlah
unit usaha IKM tersebar diseluruh wilayah indonesia, kebanyakan beradsa
dipedesaaan yang belum dapat dijangkau prasarana yang memadai dengan jenis
usaha yang sangat banyak dan kondisi geografis yang berbeda-beda menyulitkan
jangkauan pembinaan.
2.
Umumnya
para pengusaha IKM dan para karyawang taraf pendidikannya masih rendah, hal ini
menyebabkan:
a.
Lemahnya
pengetahuan dalam bidang manajemen dan teknis/teknlogis
b.
Sulit
menerima gagasan-gagasan baru untuk memoderenisasikan Ikm
c.
Sikap
mental yang cepat puas dengan hasil yang telah dicapai
3.
Baru
sebagian kecil perusahaan IKM yang memanfaatkan fasilitas modal untuk
menjalankan usahanya, baik berupa kredit dari lembaga perbankan ataupun dari
lembaga non bank
4.
Sebagian
usaha IKM dalam menghasilkan produksi dilaksanakan dengan teknologi proses
tradisional yang berakibat rendahnya mutu produksi.
5.
Penguasaan
teknologi diwariskan dari generasi kegenerasi sehingga mengalami kesulitan
dalam mengembangkan keterampilan lebih lanjut
6.
Keterbatasan
kemampuan baik personila maupun sarana-sarana lain dibandingkan jumlah IkM yang
harus dibina, mengakibatkan perkembangan IKM belum dapat dipacu lebih cepat
7.
Pengusaha
IKM umumnya belum mampu mengikuti pameran internasional diluar negeri
disebabkan faktor biaya yang mahal
8.
Dalam
rangka promosi dibutuhkan Leaflet/product cataloque, umumnya belum dimiliki
pengusaha IKM
9.
Pemamfaatan
sistem bapak angkat untuk ekspor produk IKM hingga saat ini belum menjadi
kenyataan, jika telah ada masih relatif kecil
B.
Unsur-unsur
Usaha
a.
Manusia
b.
Barang
c.
Modal
d.
Teknologi
e.
Managemen
C.
Kegiatan
Ikm meliputi
a.
Kegiatan
Prinsip Ekonomi
b.
Kegiatan
Permodalan
c.
Kegiatan
Produksi
d.
Kegiatan
Pemasaran
e.
Kegiatan
Pengelolaan
D.
Sikap
dalam menjalankan usaha
1.
Mendirikan
dan menjalankan usaha memerlukn pemikiran serta sikap yang mengacu kepada
tercapainya tujuan
2.
Sikap
dan logika didasarkan pada ilmu manajemen
3.
Melalui
logika diperoleh sikap yang baik dan tepat dalam melakukan kegiatan usaha
4.
Bertitik
tolak ilmu managemen langka pertama dalam usaha adalahmembuat perencanaan
5.
Rencana
disusun karena terdapat pedoman yang jelas untuk melakukan pelaksanaan dan
penelitian
E.
Imformasi
Pasar
1.
Pasar
adalah setiap pertemuan antara penjual dan pembeli sehingga terjadi kesepakatan
harga
2.
Imformasa
Pasar
a.
Mediator
antara konsumen dan produsen
b.
Melalui
relasi dan rekan
c.
Lembaga
atau instansi
d.
Memanfaatkan
segala situasi yang memungkinkan pasar/pembeli banyak tetapi pada prakteknya
pengusaha kesulitan mendapatkan informasi
BAB
8
ANDRAGOGI
1. Pengertian Andragogi
Andragogi
berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr, yang
berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Istilah
lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah "pedagogi",
yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogus"
artinya membimbing atau memimpin. Dengan demikian secara harfiah
"pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin
atau mengajar anak. Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan
membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk
kegiatan pendidikan atau pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena
mengandung makna yang bertentangan. Banyak praktik proses belajar dalam suatu
pelatihan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat
andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini
prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat
diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang dewasa.
Dengan
demikian maka kalau ditarik pengertiannya sejalan dengan pedagogi, maka
andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang
dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu
mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses
interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga
belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan
sesuatu (Learner Centered Training/Teaching).
2.
Perkembangan Teori Belajar Andragogi
Malcolm
Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult
Learner, A Neglected Species" yang diterbitkan pada tahun 1970
mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah
istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan
khususnya para ahli pendidikan.
Sebelum
muncul Andragogi, yang digunakan dalam kegiatan belajat adalah Pedagogy. Konsep
ini menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti
menerima pendidikan yang sudah di setup oleh sistem pendidikan, di setup
oleh gurunya/pengajarnya. Apa yang dipelajari, materi yang akan diterima,
metode panyampaiannya, dan lain-lain, semua tergantung kepada pengajar dan
tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
Kelemahannya
Pedagogi adalah manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan,
yang memiliki talenta, memiliki minat, memiliki kelebihan, menjadi tidak
berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplorasi dirinya sendiri, tidak mampu
menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa
lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan
bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan
dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan. Pedagogy memiliki
kelebihan, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh
orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa
dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari
nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang
sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang.
Dalam
Andragogy inilah, kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop,
Pelatihan Outbond,dll, dan dari konsep Pendidikan Andragogy inilah kemudian
muncul konsep-konsep Liberalisme pendidikan, Liberasionisme pendidikan dan
Anarkisme pendidikan. Liberalisme pendidikan bertujuan jangka panjang untuk
melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap
siswa sebagaimana cara menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan
sehari-hari secara efektif. Liberasionisme pendidikan adalah sebuah sudut
pandang yang menganggap bahwa kita musti segera melakukan perombakan berlingkup
besar terhadap tatanan politik (dan pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara
untuk memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perujudan
potensi-potensi diri semaksimal mungkin. Bagi pendidik liberasionis, sekolah
bersifat obyektif namun tidak sentral dan sekolah bukan hanya mengajarkan pada
siswa bagaimana berpikir yang efektif secara rasional dan ilmiah, melainkan
juga mengajak siswa untuk memahami kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam
pemecahan-pemecahan masalah secara intelek yang paling meyakinkan. Dengan kata lain,
liberasionisme pendidikan dilandasi oleh sebuah sistem kebenaran yang terbuka.
Secara moral, sekolah berkewajiban mengenalkan dan mempromosikan
program-program sosial konstruktif dan bukan hanya melatih pikiran siswa.
Sekolahpun harus memajukan pola tindakan yang paling meyakinkan yang didukung
oleh sebuah analisis obyektif berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hal ini sejalan
dengan pendapat Aristoteles tentang prinsip pendidikan yaitu sebagai wahana
pengkajian fakta-fakta, mencari ‘yang obyektif’, melalui pengamatan atas
kenyataan. Anarkisme pendidikan pada umumnya menerima sistem penyelidikan
eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah).
Tetapi berbeda dengan liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan
beranggapan bahwa harus meminimalkan dan atau menghapuskan
pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa musti
dilakukan untuk membuat masyarakat yang bebas lembaga. Menurut anarkisme
pendidikan, pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang
mengupayakan untuk mempercepat perombakan humanistik berskala besar yang
mendesak ke dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan
sekalian.
3.
Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi
Malcolm
Knowles (1970) dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok
asumsi sebagai berikut:
a.
Konsep Diri: Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari
ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri
sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung
sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian
inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai
manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination),
mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa
tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya
penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan
atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan
psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi
tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.
Hal
ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang
berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta
proses perencanaan pelatihan.
b.
Peranan Pengalaman: Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu
tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang
individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya
kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar
yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan
dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu,
dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan
penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan
konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada
pengalaman.
Dalam
hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses
Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in menimbulkan implikasi terhadap
pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek
pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja
laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada
dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta
pelatihan.
c.
Kesiapan Belajar : Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan
perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau
paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh
tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang
anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada
orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang
harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin
organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu
pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu
disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
d.
Orientasi Belajar: Asumsinya
yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan
dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject
Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai
kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini
dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk
menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama
dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu,
perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu.
Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau
dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari
masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan
pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh
sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi
pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut
hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan
sehari-hari.
4.
Pengaruh Penurunan Faktor Fisik
dalam Belajar
Proses
belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education).
Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar
orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya,
akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya
semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar,
kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya
sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan
perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi
hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari
melalui pendidikan. Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam
faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam
suatu program pendidikan:
a.
Dengan bertambahnya usia, titik dekat
penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai
bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas
suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik
dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
b.
Dengan bertambahnya usia, titik jauh
penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang,
yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan
pengunaan bahan dan alat pendidikan.
c.
Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah
penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang
pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, maka pada usia 40 tahun
diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk
dapat melihat dengan jelas.
d.
Makin bertambah usia, persepsi
kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan
oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak
terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna-warna lembut.
Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat
peraga.
e.
Pendengaran atau kemampuan menerima suara
mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran
dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam
hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita.
Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran.
Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang
pendengaran.
f.
Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk
membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian,
bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi
sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang.
Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.
5. Langkah-Langkah Pokok dalam Andragogi
Langkah-langkah
pokok untuk mempraktikkan Andragogi adalah sebagai berikut:
a.
Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif:
Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan
mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
ü
Pengaturan Lingkungan Fisik: Pengaturan
lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa,
aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman mungkin:
-
Penataan dan peralatan hendaknya
disesuaikan dengan kondisi orang dewasa;
-
Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan
hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa;
-
Penataan ruangan, pengaturan meja,
kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi social.
ü
Pengaturan Lingkungan Sosial dan
Psikologi: Iklim psikologis hendaknya merupakan
salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai dan
didukung.
-
Fasilitator lebih bersifat membantu
dan mendukung;
-
Mengembangkan suasana bersahabat,
informal dan santai melalui kegiatan Bina Suasana dan berbagai permainan yang
sesuai;
-
Menciptakan suasana demokratis dan
kebebasan untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut;
-
Mengembangkan semangat kebersamaan;
-
Menghindari adanya pengarahan dari
"pejabat-pejabat" pemerintah;
-
Menyusun kontrak belajar yang disepakati
bersama.
ü
Diagnosis Kebutuhan Belajar: Dalam
andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga
belajar atau peserta pelatihan di dalam suatu proses melakukan diagnosis
kebutuhan belajarnya:
-
Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder)
terutama pihak yang terkena dampak langsung atas kegiatan itu;
-
Membangun dan mengembangkan suatu
model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan;
-
Menyediakan berbagai pengalaman yang
dibutuhkan;
-
Lakukan perbandingan antara yang diharapkan
dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu.
ü
Proses Perencanaan:
Dalam perencanaan pelatihan hendaknya melibatkan semua pihak
terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pelatihan
tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu
kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap
suatu keputusan apabila mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan
keputusan:
-
Libatkan peserta untuk menyusun
rencana pelatihan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran,
penentuan waktu dan lain-lain;
-
Temuilah dan diskusikanlah segala
hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut pelatihan tersebut;
-
Terjemahkan
kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan
dan ke dalam materi pelatihan;
-
Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab
yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan.
ü
Memformulasikan Tujuan: Setelah
menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada,
langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam
proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan
dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut di atas.
ü
Mengembangkan Model Umum: Ini
merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pelatihan dimana harus
disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan
diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya.
Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas
satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.
ü
Menetapkan Materi dan Teknik
Pembelajaran: Dalam menetapkan materi dan metoda
atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-
Materi pelatihan atau pembelajaran
hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan;
-
Materi pelatihan hendaknya sesuai
dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis;
-
Metoda dan teknik yang dipilih
hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari
fasilitator kepada peserta;
-
Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak
bersifat satu arah namun lebih bersifat partisipatif.
ü
Peranan Evaluasi
Pendekatan: evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang
efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak
cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa
pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:
-
Evaluasi hendaknya berorientasi
kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses
pembelajaran/pelatihan;
-
Sebaiknya evaluasi dilaksanakan
melalui pengujian terhadap dan oleh peserta pelatihan itu sendiri (Self
Evaluation);
-
Perubahan positif perilaku merupakan tolok
ukur keberhasilan;
-
Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan
bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh
pihak terkait yang terlibat;
-
Evaluasi ditujukan untuk menilai
efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang mencakup
kekuatan maupun kelemahan program;
-
Menilai efektifitas materi yang
dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku.
6.
Perbandingan
Asumsi dan Model Pedagogi dan Andragogi
Dari
uraian tersebut di atas telah diperoleh dan disimpulkan beberapa perbedaan
teoritis dan asumsi yang mendasari andragogi dan pedagogi (konvensional) yang
menimbulkan berbagai implikasi dalam praktek.
Dalam
pedagogi atau konvensional, karena berpusat pada materi pembelajaran (Subject
Matter Centered Orientation) maka implikasi yang timbul pada umumnya
peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat dominan. Pihak
murid atau peserta pelatihan lebih banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo
Freire, menyebutnya sebagai "Sistem Bank" (Banking System). Hal ini
dapat terlihat pada hal-hal sebagai berikut:
Ø
Penentuan mengenai materi
pengetahuan dan ketrampilan yang perlu disampaikan yang bersifat standard dan
kaku;
Ø
Penentuan dan pemilihan prosedur dan
mekanisme serta alat yang perlu (metoda & teknik) yang paling efisien untuk
menyampaikan materi pembelajaran;
Ø
Pengembangan rencana dan bentuk
urutan (sequence) yang standard dan kaku ;
Ø
Adanya standard evaluasi yang baku
untuk menilai tingkat pencapaian hasil belajar dan bersifat kuantitatif yang
bersifat untuk mengukur tingkat pengetahuan;
Ø
Adanya batasan waktu yang demikian
ketat dalam "menyelesaikan" suatu proses pembelajaran materi
pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam
andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan
fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan
melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan
pendekatan partisipatif, dalam proses belajar yang melibatkan elemen-elemen:
§
Menciptakan iklim dan suasana yang
mendukung proses belajar mandiri;
§
Menciptakan mekanisme dan prosedur
untuk perencanaan bersama dan partisipatif;
§
Diagnosis kebutuhan-kebutuhan
belajar yang spesifik Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan
belajar
§
Merencanakan pola pengalaman belajar
§
Melakukan dan menggunakan pengalaman
belajar ini dengan metoda dan teknik yang memadai
§
Mengevaluasi hasil belajar dan
mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar. Ini adalah model proses.
Lebih
detail tentang perbedaan pedagogik dan andargogi sebagai berikut:
No
|
Asumsi
|
Pedagogik
|
Andragogi
|
1
|
Kosep tentang diri peserta didik
|
Peserta didik digambarkan sebagai
seseorang yang bersifat tergantung. Masyarakat mengharapkan para guru
bertanggung jawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus
dipelajari, kapan, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa hasil
yang diharapkan setelah selesai
|
Adalah suatu hal yang wajar
apabila dalam suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari bersifat
tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun
setiap individu memiliki irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi
kehidupan yang berbeda-beda pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk
menggalakkan dan memelihara kelangsungan perubahan tersebut. Pada umumnya
orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan penga- rahan diri, walaupun
dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.
|
2
|
Fungsi Pengalaman peserta didik
|
Di sini pengalaman yang dimiliki
oleh peserta didik tidak besar nilainya, mungkin hanya berguna untuk titik
awal. Sedangkan penglaman yang sangat besar manfaatnya adalah
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari gurunya, para penulis, produsen
alat-alat peraga atau alat-alat audio visual dan pengalaman para ahli
lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam pendidikan adalah teknik
penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan penyajian melalui alat
pandang dengar.
|
Di sini ada anggapan bahwa dalam
perkembangannya seseorang membuat semacam alat penampungan (reservoair)
pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat
bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap
arti dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka
memperoleh secara pasif, oleh karena itu teknik penyampaian yang utama adalah
eksperimen, percobaan-percobaan di laboratorium, diskusi, pemecahan masalah,
latihan simulasi, dan praktek lapangan.
|
3
|
Kesiapan belajar
|
Seseorang harus siap mempelajari
apapun yang dikatakan oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan tekanan yang
cukup besar bagi mereka karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang
sebaya diaggap siap untuk mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu
kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan
langkah-langkah penyajian harus sama bagi semua orang.
|
Seseorang akan siap mempelajari
sesuatu apabila ia merasakan perlunya melakukan hal tersebut, karena dengan
mempelajari sesuatu itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat
menyelesaikan tugasnya sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini
adalah menciptakan kondisi, menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu
mereka menemukan apa yang perlu mereka ketahui. Dengan demikian program
belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka yang
sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan
peserta didik.
|
4
|
Orientasi belajar
|
Peserta didik menyadari bahwa
pendidikan adalah suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan, dan mereka
memahami bahwa ilmu-ilmu tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran
dan mengikuti urutan-urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke
modern atau dari yang mudah ke sulit. Dengan demikian, orientasi belajar ke
arah mata pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan keterselesaian nya
mata-mata pelajaran yang telah ditetapkan.
|
Peserta didik menyadari bahwa
pendidikan merupakan suatu proses peningkatan pengembangan kemampuan diri
untuk mengembangkan potensi yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin mampu
menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal
tersebut di atas, belajar harus disusun ke arah pengelompokan pengembangan
kemampuan. Dengan demikian orientasi belajar terpusat kepada kegiatannya.
Dengan kata lain, cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa
atau penampilan yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik.
|
Sumber: Tamat (1985: hal. 20-22)
D.
Keunggulan dan Kelemahan Teori Belajar Andragogi
Kegiatan
pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah dan
kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan
masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah
orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan
pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi
kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau
realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan
dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Andragogy
memiliki kelemahan, salah satunya adalah bahwa bagaimana mungkin seorang siswa yang
tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu kemudian dibebaskan memilih apa
yang mereka sukai? Seolah sistem Andragogy hanya sebagai suatu sistem yang
mengembirakan siswanya saja dan melupakan untuk tujuan apa sebenarnya sebuah
pendidikan itu dilakukan? Dan bagaimana pula bisa dilakukan -penjagaan terhadap
ilmu-ilmu yang sudah ada? jika sebuah ilmu tersebut tidak diminati oleh siswa,
tentu saja satu waktu ilmu tersebut akan hilang. Dan bagaimana siswa dibiarkan
memilih jika ada persyaratan kemampuan yang memang mesti dimiliki seandainya
siswa mau belajar ilmu tertentu. Tak mungkinlah siswa SD dibiarkan memilih mata
pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian, jumlah,
kurang bagi, dll.
DASAR-DASAR PENYULUHAN
Disusun Oleh:
1.
Andre Hermawan ( 11020203 )
2.
Jayanti kerismawati ( 110202009 )
3.
Qoriatul Oktaviani (110202012)
KEMEN TERIAN PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA
AKADEMI TEKNOLOGI KULIT (ATK)
YOGYAKARTA
2011
DAFTAR
PUSTAKA
Arif,
Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung:
Angkasa.
Asmin, Konsep
dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi), http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/34/konsep_dan_metode_pembelajaran.htm,
Diakses tanggal 11 November 2006.
Lunandi, A, G.
(1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.
Piaget, J.
(1959). "The growth of logical thinking from childood fo adolescence.
New York : Basic Books.
Tamat,
Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik ke Andragogik. Jakarta: Pustaka Dian
Departemen
Pertanian, 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006
Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Jakarta.
Http://wikipedia.com/industri kecil menengah
http://yahoo.co.id/kode etik penyuluhan
Banuharli, Ibnu. MATERI KULIAH DASAR-DASAR PENYULUHAN 1/TPK. 2011. ATK. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar