BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh
pemerintah Indonesia memang telah menghasilkan kemajuan dibeberapa
sektor-sektor ekonomi namun selain itu kita juga tidak bisa dipungkiri selama
pembangunan yang telah kita laksanakan menghasilkan beberapa hal yang kurang
baik salah satunya adalah terciptanya kesenjangan sosial-ekonomi dalam
masyarakat Indonesia, dimana di satu sisi ada sebagian masyarakat yang
mempunyai tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang tinggi akan tetapi ada
juga sebagian (bahkan lebih banyak jumlahnya) masyarakat Indonesia yang tingkat
pendidkan dan pendapatannya masih rendah bahkan banyak dari masyarakat kita
tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dari adanya kesenjangan sosial ekonomi tersebut maka
muncullah permasalahan-permasalahan sosial ekonomi baik itu di perdesaan
terlebih-lebih di perkotaan yang masalahnya relatif lebih komplek. Dari sekian
banyaknya permasalahan yang muncul diperkotaan salah satunya yaitu, munculnya
fenomena anak jalanan yang semakin meningkat jumlahnya dengan membawa bentuk
permasalahan baik didalam lingkungan anak jalanan itu sendiri maupun
permasalahan dengan masyarakat sekitarnya dan aparat pemerintah daerah yang
sering juga menjadi faktor penyebab terjadinya konflik dengan anak jalanan
dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Fenomena semakin banyaknya jumlah anak jalanan terutama di
kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan
sampai di kota Malang. Anak jalanan yang berada di kota Malang biasanya
melakukan kegiatannya atau beroperasi disekitar pusat-pusat pembelanjaan,
pasar, alun-alun, terminal, stasiun, perempatan jalan, dan sekitar kantor Pemda
Malang.
Anak jalanan atau sering disingkat anjal merupakan sebuah istilah
umum tehadap anak-anak yan mempunyai keiatan ekonomi di jalanan. Keberadaan
anak jalanan tentunya mempunyai latar belakang dan motivasi yang berbeda, salah
satu motivasi mereka menjadi anak jalanan karena tekanan kondisi sosial ekonomi
orang tuanya yang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari, kemudian berangkat
dari keinginan untuk membantu orang tua mereka, maka mereka melakukan pekerjaan
dengan kemampuan yang dimiliki, ada pula anak jalanan yang melakukan pekerjaan
tersebut demi mendapatkan uang untuk biaya hidupnya.
B. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana seorang anak dapat
di kateorikan sebagai anak jalanan?
b.
Hal-hal yang sering tejadi
pada anak jalanan?
c.
Bagaimana upaya pemberdayaan
anak jalanan?
C. Tujuan dan Manfaat
a.
Memahami tentang pengertian
anak jalanan secara lebih khusus.
b.
Mengetahui hal-hal yang
sering terjadi pada anak jalanan.
c.
Mencari solusi bagi
pemberdayaan anak jalanan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengkategorian anak jalanan
Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak
jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan
mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak
yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada
perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang
ada di jalanan.
Pengertian untuk kategori pertama adalah anak-anak
yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan
keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak
yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa
pulang ke rumah setiap hari,
dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun
masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala
ataupun dengan jadwal
yang tidak rutin.
Kategori kedua adalah anak-anak yang
menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki
hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.
Kategori ketiga adalah anak-anak yang
menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup
atau tinggalnya juga di jalanan.
Kategori keempat adalah anak berusia 5-17 tahun
yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja dijalana, dan/atau yang
bekerja dan hidup dijalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk
melakukan kegiatan hidup sehari-hari
B. Hal-hal yang sering dialami oleh anak jalanan
a.
Kekerasan dari
berbagai oknum
Telah banyak contoh kasus yang terjadi di
Indonesia tentang tindak kriminalitas terhadap anak jalanan. Anak jalanan
menjadi sasaran empuk tindak kriminal. Saat mereka mencari nafkah berjuang
didunia yang keras, acap kali mereka menjadi korban kekerasan berbagai anggota
kelompok seperti preman yang sengaja merampas uang hasil pencarian anak jalanan
dengan menggunakan kekerasan, atau mafia geng yang memang membudaki anak
jalanan yang masih dibawah umur untuk merauk keuntungan meski dengan
menghalalkan segala cara. Sekilas membahas tentang sindikat perbudakan anak
dibawah umur oleh mafia atau geng, mungkin kita sudah banyak yang mendengar
atau bahkan sering dari kita melihat langsung anak dibawah tahun yang justru
dipaksa untuk mencari uang dijalanan dan kemudian uang itu disetorkan oleh
pemimpin mereka atau yang biasa disebut bos mereka.
Banyak pula pelaku industri perfilman yang
membuat film-film tentang perbudakan anak dibawah tahun dengan menggunakan
kekerasan seperti sengaja melukai salah satu anggota bagian tubuh sehingga
cacat dan akhirnya menciptakan rasa empati dan simpati yang melihatnya.
Mengutip pernyataan Odi Shalahuddin yang mengatakan bahwa “Hampir setiap hari
ada kasus kekerasan yang dialami oleh anak jalanan di Taman Tugu Muda, Dengan
pelaku yang beragam”. ”Dari aparat, preman, komunitas dewasa, pengendara, dan
sebagainya”. Aparat sering kali melakukan razia-razia diberbagai tempat,
namun sayangnya saat aparat menindak anak jalanan, justru yang didapat malah
pemaksaan dengan diselingi kekerasan.
Aparat kepolisian memaksa mereka untuk ikut dalam upaya
penertiban, dan mereka pun dibawa aparat yang merazia dari tempat mereka biasa
mangkal kesuatu tempat dan dikurung seperti penjara. Disanalah kekerasan sangat
dirasakan oleh anak jalanan terkhusus anak jalanan yang usianya masih relatif
muda, penindasan oleh preman yang memiliki postur jauh lebih besar ketimbang
anak jalanan yang juga ditempatkan disatu tempat yang sama membuat anak jalanan
tertekan dan terintimidasi. Mereka sering kali dipukul (ditonjok), ditendang
dan diperlakukan sewenang-wenang. Aparat yang mengetahui hal tersebut justru
hanya mengacuhkan bahkan mengabaikan seolah-olah itu biasa terjadi. Mereka yang
tak tahan diperlakukan tidak senonoh mencoba melarikan diri dan beruntung
mereka bisa terbebas dari penjara besi itu.
b.
Seks bebas
Tidak dapat dipungkiri seks bebas bukan sebagai hal yang
tabuh lagi bagi anak jalanan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut diantara karena seks merupakan trend bagi anak jalanan,
seks bebas mereka lakukan karena sebagian besar dari mereka tidak tahu akan penyakit
HIV/AIDS, selain itu mereka dalam melakukan seks tidak menggunakan alat kontrasepsi,
mereka beralasan penghasilan yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan harga
alat kotrasepsi.
Seks bebas yang mereka lakukan karena dilandasi
rasa sama suka, lalu juga merupakan tuntutan dari kelompok yang memberikan
persyaratan agar melayani mereka dahulu baru boleh bergabung kedalam kelompok
tersebut. Hal tersebut merupakan suatu hal yang paling susah ditolak bagi anak
jalanan, karena bagi merak kelompok tersebut merupakan satu-satunya harapan
mereka.
c.
Kejahatan phedophilia
Persoalan nyata yang mereka hadapi adalah adanya eksploitasi dalam
kehidupan mereka, seperti seks, pekerjaan dan kehidupan yang lebih luas.
Eksploitasi ini bertingkat dari cara yang halus sampai yang sangat kasar.
Sodomi, pergaulan dengan WTS, kumpul kebo, merupakan eksploitasi bersifat seks.
Eksploitasi pekerjaan bersifat penghisapan upah mereka. Eksploitasi lainnya
adalah sianak tinggal bersama si preman menjadi anak asuhnya dan wajib
melayaninya termasuk sodomi. Laporan anak jalanan diTerminal Pulogadung juga
mengatakan hampir setiap malam mereka didatangi kaum paedofil, begitupun
debgan laporan pendamping anak jalanan di tempat-tempat lain di Jakarta ini.
Ada dua kekhawatiran anak-anak jalanan terhadap orang baru yang mendekati
mereka. Pertama takut diajak homo, kedua takut dijual. Akibatnya, mereka selalu
curiga kepada orang yang baru dikenalnya.
Kaum paedofil biasanya datang pada malam hari ketempat-tempat yang
umumnya dikenal banyak anak jalanan seperti terminal, stasiun, pasar, taman,
dan kolong jembatan. Mereka biasanya mencermati mana di antara orang yang tidur
itu anak-anak. Biasanya mereka langsung memegang alat Vital anak-anak jika
situasi di sekitarnya tidak terlalu ramai.jika anak itu terbangun, maka dia
akan menenangkan anak lalu mencoba merayu dengan cara mengajak makan,
menjanjikan membeli baju baru, dan membawanya kerumah. Anak yang lama dan tahu
biasanya berontak dan melawan lalau sebisa mungkin menghindarinya dengan cara
lari atau memanggil teman-temannya. Tetapi anak baru datang ke jalanan, tanpa
pengalaman, dan masih kecil sehingga tidak mengetahui sedang diapakan, mereka
menurut dan mau diajak kerumah. Anak-anak yang diincar bukan saja yang tidur,
tetapi mereka yang bekerja atau main-main di jalanan. Mereka pun dirayu dengan
jenis rayuan yang sama dan dijanjikan diberikan uang. Bisa seribu rupiah, bisa
sampai puluhan ribu rupiah. Mereka yang menjadi korban adalah anak-anak yang
memang membutuhkan uang.
Dirumah, anak itu lalu “digarap” Biasanya mereka dimandikan dulu
karena hampir semua anak jalanan bertubuh dan berpakaian kotor. Ada seorang
anak yang bercerita kepada saya, bahwa setelah mandi diberi baju yang bersih,
diberi makan enak, lalu disuruh tidur. Ketika malam hari dia terbangun karena
si paedofil itu mengusap-usap pipi, menciuminya, lalu membelai-belai
kemaluannya. Anak tersebut berontak, lalu kabur. Jika anak menerima perlakuan
ini maka terjadilah sodomi. Bagi sebagian anak, dianggap memberikan keuntungan
karena bisa mendatangkan uang. Oleh karenanya ada yang sengaja menjual dirinya
kepada paedofil. Mereka biasanya mangkal di tempat – tempat tertentu, bahkan
ada yang sudah mempunyai langganan. Perilaku ini mungkin agak sulit diubah
karena sudah merupakan kesenangan mereka, apalagi kalau melakukannya sudah
kurun waktu yang lama. Perilaku seks yang lain adalah dimana anak tidak saja
menjadi korban, melainkan sebagai pelaku seks, artinya dengan sadar ia
melakukan hubungan-hubungan seks. Hubungan seks dengan WTS atau paedofil tidak
saja didasarkan pada motif seks tetapi sebagian menganggap sebagai upaya menyalurkan
kasih sayang, seperti halnya anak kepada orang tuanya. Perbedaan usia dan
pengalaman tidak lagi menjadi hambatan. Sedangkan ada WTS yang percaya bahwa
jika berhubungan dengan anak akan membuat awet muda. Bagi sebagian paedofil
mengencani anak adalah lebih murah karena bisa dibayar seribu atau dua ribu
rupiah dengan sedikit ancaman. Akibatnya dari masalah ini adalah semakin
rentannya anak terhadap virus HIV/AIDS. Di Indonesia anak jalanan masih belum
dianggap sebagai kelompok dengan resiko tinggi terkena HIV/AIDS, padahal di
Thailand, sekitar 40% dari puluhan pelacur anak-anak yang beroperasi di jalan
–jalan di Bangkok mendapat vonis mati akibat tercemar virus HIV. Di
Bombay terdapat sekitar 50.000 pekerja seks berusia di bawah 18 tahun. Di
Brazil sekitar 250.000 anak terlibat prostitusi (andri,clc.1993). Siapa pun
tentu tidak ingin anak jalanan di Indonesia tercemar HIV/AIDS, seperti halnya
kasus 8 anak yang terlanjur mati mengenaskan.
d.
Penggunaan drugs dan
narkotika
Sebaiian besar dari anak jalanan merupakan
pengguna drugs dan narkotika, hal ini disebabkan karena mereka berpikir dengan
menggunakan drugs dan narkotika beban pikiran meraka dapat berkurang, selain
itu mereka juga berpikir hal tersebut merupakn trend. Dari rasa stress yang
mereka hadapi dan trend yang ada mereka menggunakan drugs dan narkotika sebagai
jalan keluar bagi mereka.
C.
Rumah Singgah Sebagai
Temapat Alternatif Pemberdayaan Anak Jalanan
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui
pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di
Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat
pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anakanak bertemu untuk
memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses
pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen
Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan
pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal
yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan
norma di masyarakat.
Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak
jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah :
a. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan
nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau
ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan
kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang
produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak
jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
a. Sebagai tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social
dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan
dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan
melakukan berbagai aktivitas pembinaan.
b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam
hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap
kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social
bagi anak jalanan.
c. Fasilitator atau sebagai
perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga
lainnya.
d. Perlindungan. Rumah
singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang
kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual
ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.
e. Pusat informasi tentang
anak jalanan
f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu
fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak.
g. Akses terhadap pelayanan, yaitu
sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai
pelayanan social.
h. Resosialisasi. Lokasi
rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah satu upaya
mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak
jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga
masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.
Bentuk upaya pemberdayaan anak jalanan selain melalui rumah
singgah dapat juga dilakukan melalui program-program :
a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal
yang bersifat tidak permanen.
b. Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan
langsung di tempat anak jalanan berada atau langsung ke jalanan.
c. Community based strategi, yaitu dengan memperhatikan sumber
gejala munculnya anak jalanan baik keluarga maupun lingkungannya.
Foto : http://homepage2.nifty.com/ |
Dalam kaitannya dengan model pembinaan anak jalanan di rumah
Singgah, ada berbagai hal yang ingin di ketahui. Misalnya tahap-tahap
pemberdayaan anak jalan. Apakah pembinaan tersebut dilakukan dengan cara model
penjangkauan kunjungan pendahuluan dan persahabatan dengan mereka ?. Apakah
dilakukan dengan cara identifikasi masalah (problem assessment) sebagi langkah
dalam menginventarisir identitas anak jalanan. Ataukah dilakukan dengan cara
memberikan pendidikan alternatif ( Pendidikan luar sekolah) sebagai kegiatan
untuk mencegah munculnya masalah social anak jalanan, seperti pelatihan dan
peningkatan keterampilan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Anak jalanan butuh
penanganan yang berasaskan terhadap hak perlingdungan anak..
b.
Anak jalanan merupakan
korban dari kemiskinan yang berakar pada ketidak becusan pemerinath dalam
menanggulanginya.
c.
Kerasnya kehidupan
anak jalanan yang tidak banyak diketahui oleh orang umum.
d.
Jalanan merupakan
lingkungan yang sangat tidak baik bagi anak, karena anak masih sangat
memerlukan pendamping dalam menajalani hidupnya, pendamping yang baik adalah
keluarga yang harmonis
B.
Saran
a.
Pemrintah harus lebih
memperhatikan kehidupan anak jalanan.
b.
Jangan hanya memandang
anak jalanan negative saja tetapi berikan solusi bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar